Tradisi merapi (TM) adalah salah satu acara rutin dari Wahana Pecinta Lingkungan Hidup (Wapalhi) Politeknik Negri Semarang yang diadakan setiap tahun. Beberapa rangkaian acara dalam TM adalah pendakian masal gunung Merapi, bakti sosial, dan upacara pelantikan kepala suku Wapalhi, oleh karena itu TM dibuka untuk umum.
Jum'at, 01 Mei 2009
Sore hari yang cerah mengiringi keberangkatanku sendiri dari terminal Jombor, Jogja. Aku berangkat tepat pukul 17:00 menggunakan bus Patas Nusantara dengan membawa gitar dan sebuah backpack yang menempel di punggungku.
Setelah melewati perjalanan yang melelahkan karena backpack dan gitarku hanya memberikan ruang gerak yang sangat sempit, akhirnya aku tiba di Semarang, tepatnya Sukun pada pukul 20:00. Gigih datang menjemputku sekitar 10 menit setelah aku menunggu. Dengan motor tanpa lampu depan, kami menerobos hujan yang cukup lebat mengguyur Semarang malam itu, dan akhirnya kami sampai di kost Gigih pukul 20:30.
Pukul 21:00 kami bergegas menuju posko Wapalhi, karena di posko sedang diadakan reuni Wapalhi yang dihadiri oleh anggota Wapalhi dari seluruh angkatan. Aku yang memang bukan anggota Wapalhi hanya mengikuti acara di belakang dan sekadar ngobrol dengan teman-teman yang sudah lama tidak bertemu. Acara selesai pada pukul 00:00, tetapi kami masih tetap bersantai di posko hingga pukul 04:00
Sabtu, 02 Mei 2009
Seusai makan siang di sebuah warung tegal, kami segera bersiap untuk berangkat ke posko, karena acara akan di mulai pukul 13:00. Kami tiba di posko pukul 13:30, dan rupanya upacara pembukaan baru saja dimulai. Peserta TM tahun ini terbilang cukup banyak, kurang lebih 200 peserta yang berasal dari berbagai kota di Jawa.
Kebetulan aku ikut bersama rombongan panitia yang akan diberangkatkan oleh truk terakhir, yaitu truk nomor 6. Setelah menunggu lama, akhirnya kami diberangkatkan pukul 15:30. Truk kami terasa penuh karena ditambah dengan beberapa peralatan panitia yang akan di gunakan di base camp Merapi (Selo).
Setelah melewati beberapa masalah di perjalanan -salah satu truk sempat mengalami kerusakan-, kami tiba di Selo pukul 19:00. Beberapa dari kami -Aku, Gigih, Gombong, Ulum, Hasan, Emon, Bebek, dan beberapa senior angkatan mereka- memilih untuk turun di pasar Selo.
Kami menyempatkan diri menikmati mie ayam yang tersedia di pasar Selo sebelum melanjutkan perjalanan ke base camp Merapi. Sungguh nikmat sekali menikmati hidangan mie ayam dengan segelas teh panas di dinginnya Selo saat malam. Sembari menikmati makan malam, kami menyempatkan untuk berbincang-bincang dengan seorang bapak yang rupanya sedang touring dengan istrinya menggunakan sebuah sepeda motor butut. Sungguh sebuah kisah yang menarik dimana sepasang suami istri tersebut sudah cukup berumur untuk berwisata seperti ini.
Kami bersama-sama melanjutkan perjalanan ke base camp Merapi yang terletak cukup jauh dari pasar Selo. Sesampai di base camp, ternyata para peserta sedang menikmati hidangan malam yang disediakan panitia, namun perut kami sudah cukup penuh dengan semangkuk mie ayam sedap di pasar Selo.
Malam itu panitia menyediakan sebuah tontonan film dokumenter tentang letusan-letusan gunung berapi di dunia. Aku hanya menonton sebentar karena sebenarnya aku sudah pernah menonton film dokumenter ini. Kami melanjutkan malam dengan berjalan-jalan di sekitar base camp dan berbincang-bincang di depan pawon untuk menghangatkan tubuh.
Minggu, 03 Mei 2009
Pukul 02:00, mataku sudah terlalu berat untuk menahan kantuk yang menggerogotiku, ditengah dinginnya Merapi, kami memejamkan mata saat para peserta memulai pendakian. Sungguh nikmat rasanya tidur berselimutkan sleeping bag di depan perapian.
Belum lama mata terpejam, suara Gigih dan Gombong mengagetkan ku. "Bangun bangun!!! mau naik nggak!!!". Dengan malasnya, akhirnya kita berangkat pukul 03:15 pagi hari. Suhu terasa sangat dingin, menembus selembar sarungku yang menyelimuti tubuhku.
Tanpa berbekal lampu senter/headlamp, kami berjalan terperosot beberapa kali, membuat tenaga kami sangat terkuras. Perlahan-lahan rombongan kami -yang berangkat akhir- mulai terpisah, hingga akhirnya kami berempat -aku, Gombong, Gigih, Bebek- yang masih tetap berjalan bersama.
Mentari sudah bersinar, perjalanan kami pun makin mudah. Di persimpangan entah apa namanya -aku tidak hafal daerah Merapi-, kami memilih untuk mengambil jalur alternatif. Ternyata jalan yang kami lalui cukup berat, dimana jalan yang tersedia tidak jelas. Dengan berjalan menyisir punggung bukit, kami melewati taman Edelweiss yang sangat cantik. Aku dan Gigih terlalu asik mengambil gambar bunga dan pemandangan di sekitar kami hingga kami terpisah dengan Gombong dan Bebek.
Kami kembali melanjutkan perjalanan ditengah segarnya udara pagi Merapi. Dalam perjalanan, kami menemukan 2 goa kecil yang cukup cantik, namun sayang sampah berserakan di dalam goa tersebut. Sekali lagi kami terlalu asik mengambil gambar di sana. Tak jauh dari Goa tersebut, akhirnya kami menemukan jalur utama pendakian, dan di sana kami kembali bertemu dengan Gombong dan Bebek. Rupanya masih banyak peserta yang tertinggal di belakang kita.
Perjalanan kami lanjutkan perlahan karena memang pemandangan di sekitar kami terlalu indah untuk dilewatkan begitu saja. Hamparan bukit bebatuan yang terpantul cahaya matahari pagi, serta hamparan gunung di seluruh Jawa Tengah yang terlihat indah dari atas gunung Merapi, memiliki keindahan tak terlupakan sepanjang hidupku.
Perjalanan kami berlanjut hingga kami menemukan sebuah tanah lapang dengan beberapa bongkah batu besar yang -daerah tersebut- disebut dengan Pasar Bubrah. Disinilah pendakian kami berakhir tepat pukul 07:45, ini bukanlah puncak Merapi, tapi kami tidak menginginkan untuk mencapai puncak merapi, karena pendakian ini memang kami rencanakan hanya sampai Pasar Bubrah saja.
Pada pukul 08:30, upacara Tradisi Merapi Wapalhi dilangsungkan di Pasar Bubrah. Upacara tersebut meliputi pengangkatan kepala suku baru Wapalhi dan pelantikan Anggota Wapalhi. Upacara pengangkatan kepala suku baru diikuti oleh seluruh peserta TM. Namun saat pelantikan anggota Wapalhi, para peserta diperbolehkan untuk meninggalkan lapangan upacara. Aku yang hanya berstatus peserta tak jelas -panita bukan, senior bukan, orang tua bukan, tapi tidak bayar- hanya duduk di puncak sebuah batu besar di sekitar lokasi upacara dan mengambil gambar saat upacara berlangsung.
Upacara selesai pada pukul 09:45, kami segera bersiap melakukan perjalanan kami menuruni gunung Merapi. Pada pukul 10:00 kami memulai perjalanan turun dari pasar bubrah, namun belum lama kami melangkahkan kaki, terdengar teriakan "Wapalhi...P3K!!!". Rupanya ada salah satu peserta yang terluka akibat dagunya terkena batu yang jatuh saat mendaki puncak Merapi. Sebenarnya ini bukanlah tanggung jawab panitia karena terjadi saat pendakian ke puncak -panitia sudah mengingatkan pendakian hanya sampai di Pasar Bubrah, selebihnya diluar tanggung jawab-, namun dengan jiwa besar, panitia tetap mengurus korban sebaik-baiknya dengan lapang dada.
Kami melanjutkan perjalanan kami kembali ke base camp. Kami tiba di base camp pukul 12:30 siang, kami segera menuju warung depan base camp untuk menikmati segelas es teh dan gorengan hangat di tengan panasnya terik mentari.
Setelah menikmati makan siang yang disediakan oleh panitia, Upacara penutupan TM dimulai pukul 15:00. Upacara berlangsung sangat meriah, karena ada pembagian doorprize bagi beberapa peserta TM. Saat upacara berakhir, ada sebuah pengumuman yang mengagetkan seluruh peserta TM, ternyata salah satu peserta individu -tidak atas nama organisasi- TM mencuri HP salah satu peserta lain, sungguh perbuatan yang sangat menodai kegiatan alam bebas. Beruntung panitia dapat menangani kasus tersebut dengan baik dan tidak dengan cara-cara yang bodoh.
Truk peserta di berangkatkan pada pukul 16:00, namun 1 truk terakhir -truk panitia- masih menunggu para panitia yang masih membereskan semua yang tersisa. Beberapa saat kemudian datang seorang senior yang baru saja sampai di base camp dan mengatakan bahwa masih ada 3 peserta yang berada di atas, dan salah satunya sudah tidak mampu berjalan. Spontan kami segera mempersiapkan penyelamatan kepada peserta tersebut. Setelah peralatan siap, kami -kurang lebih 10 orang- melakukan proses pencarian dan penyelamatan (SAR). Namun tak lama kami mendaki, peserta tersebut rupanya sudah mampu berjalan meskipun -sangat- pelan dan di tuntun. Lega rasanya seluruh anggota sudah turun dengan selamat.
Waktu menunjukkan pukul 19:00, truk terakhir yang sangat penuh -melebihi saat keberangkatan- mulai berjalan pelan, semua orang yang ada di dalam truk tersebut sudah sangat mengantuk. terlihat beberapa orang tidur sambil berdiri tidak peduli guncangan laju truk. Akhirnya kami sampai di posko Wapalhi pukul 22:00. Senang rasanya sudah sampai di posko dan bisa meluruskan kaki, namun sedih rasanya kembali berpisah dengan teman-temanku.
Setelah melewati perjalanan yang melelahkan karena backpack dan gitarku hanya memberikan ruang gerak yang sangat sempit, akhirnya aku tiba di Semarang, tepatnya Sukun pada pukul 20:00. Gigih datang menjemputku sekitar 10 menit setelah aku menunggu. Dengan motor tanpa lampu depan, kami menerobos hujan yang cukup lebat mengguyur Semarang malam itu, dan akhirnya kami sampai di kost Gigih pukul 20:30.
Pukul 21:00 kami bergegas menuju posko Wapalhi, karena di posko sedang diadakan reuni Wapalhi yang dihadiri oleh anggota Wapalhi dari seluruh angkatan. Aku yang memang bukan anggota Wapalhi hanya mengikuti acara di belakang dan sekadar ngobrol dengan teman-teman yang sudah lama tidak bertemu. Acara selesai pada pukul 00:00, tetapi kami masih tetap bersantai di posko hingga pukul 04:00
Sabtu, 02 Mei 2009
Seusai makan siang di sebuah warung tegal, kami segera bersiap untuk berangkat ke posko, karena acara akan di mulai pukul 13:00. Kami tiba di posko pukul 13:30, dan rupanya upacara pembukaan baru saja dimulai. Peserta TM tahun ini terbilang cukup banyak, kurang lebih 200 peserta yang berasal dari berbagai kota di Jawa.
Kebetulan aku ikut bersama rombongan panitia yang akan diberangkatkan oleh truk terakhir, yaitu truk nomor 6. Setelah menunggu lama, akhirnya kami diberangkatkan pukul 15:30. Truk kami terasa penuh karena ditambah dengan beberapa peralatan panitia yang akan di gunakan di base camp Merapi (Selo).
Setelah melewati beberapa masalah di perjalanan -salah satu truk sempat mengalami kerusakan-, kami tiba di Selo pukul 19:00. Beberapa dari kami -Aku, Gigih, Gombong, Ulum, Hasan, Emon, Bebek, dan beberapa senior angkatan mereka- memilih untuk turun di pasar Selo.
Kami menyempatkan diri menikmati mie ayam yang tersedia di pasar Selo sebelum melanjutkan perjalanan ke base camp Merapi. Sungguh nikmat sekali menikmati hidangan mie ayam dengan segelas teh panas di dinginnya Selo saat malam. Sembari menikmati makan malam, kami menyempatkan untuk berbincang-bincang dengan seorang bapak yang rupanya sedang touring dengan istrinya menggunakan sebuah sepeda motor butut. Sungguh sebuah kisah yang menarik dimana sepasang suami istri tersebut sudah cukup berumur untuk berwisata seperti ini.
Kami bersama-sama melanjutkan perjalanan ke base camp Merapi yang terletak cukup jauh dari pasar Selo. Sesampai di base camp, ternyata para peserta sedang menikmati hidangan malam yang disediakan panitia, namun perut kami sudah cukup penuh dengan semangkuk mie ayam sedap di pasar Selo.
Malam itu panitia menyediakan sebuah tontonan film dokumenter tentang letusan-letusan gunung berapi di dunia. Aku hanya menonton sebentar karena sebenarnya aku sudah pernah menonton film dokumenter ini. Kami melanjutkan malam dengan berjalan-jalan di sekitar base camp dan berbincang-bincang di depan pawon untuk menghangatkan tubuh.
Minggu, 03 Mei 2009
Pukul 02:00, mataku sudah terlalu berat untuk menahan kantuk yang menggerogotiku, ditengah dinginnya Merapi, kami memejamkan mata saat para peserta memulai pendakian. Sungguh nikmat rasanya tidur berselimutkan sleeping bag di depan perapian.
Belum lama mata terpejam, suara Gigih dan Gombong mengagetkan ku. "Bangun bangun!!! mau naik nggak!!!". Dengan malasnya, akhirnya kita berangkat pukul 03:15 pagi hari. Suhu terasa sangat dingin, menembus selembar sarungku yang menyelimuti tubuhku.
Tanpa berbekal lampu senter/headlamp, kami berjalan terperosot beberapa kali, membuat tenaga kami sangat terkuras. Perlahan-lahan rombongan kami -yang berangkat akhir- mulai terpisah, hingga akhirnya kami berempat -aku, Gombong, Gigih, Bebek- yang masih tetap berjalan bersama.
Mentari sudah bersinar, perjalanan kami pun makin mudah. Di persimpangan entah apa namanya -aku tidak hafal daerah Merapi-, kami memilih untuk mengambil jalur alternatif. Ternyata jalan yang kami lalui cukup berat, dimana jalan yang tersedia tidak jelas. Dengan berjalan menyisir punggung bukit, kami melewati taman Edelweiss yang sangat cantik. Aku dan Gigih terlalu asik mengambil gambar bunga dan pemandangan di sekitar kami hingga kami terpisah dengan Gombong dan Bebek.
Kami kembali melanjutkan perjalanan ditengah segarnya udara pagi Merapi. Dalam perjalanan, kami menemukan 2 goa kecil yang cukup cantik, namun sayang sampah berserakan di dalam goa tersebut. Sekali lagi kami terlalu asik mengambil gambar di sana. Tak jauh dari Goa tersebut, akhirnya kami menemukan jalur utama pendakian, dan di sana kami kembali bertemu dengan Gombong dan Bebek. Rupanya masih banyak peserta yang tertinggal di belakang kita.
Perjalanan kami lanjutkan perlahan karena memang pemandangan di sekitar kami terlalu indah untuk dilewatkan begitu saja. Hamparan bukit bebatuan yang terpantul cahaya matahari pagi, serta hamparan gunung di seluruh Jawa Tengah yang terlihat indah dari atas gunung Merapi, memiliki keindahan tak terlupakan sepanjang hidupku.
Perjalanan kami berlanjut hingga kami menemukan sebuah tanah lapang dengan beberapa bongkah batu besar yang -daerah tersebut- disebut dengan Pasar Bubrah. Disinilah pendakian kami berakhir tepat pukul 07:45, ini bukanlah puncak Merapi, tapi kami tidak menginginkan untuk mencapai puncak merapi, karena pendakian ini memang kami rencanakan hanya sampai Pasar Bubrah saja.
Pada pukul 08:30, upacara Tradisi Merapi Wapalhi dilangsungkan di Pasar Bubrah. Upacara tersebut meliputi pengangkatan kepala suku baru Wapalhi dan pelantikan Anggota Wapalhi. Upacara pengangkatan kepala suku baru diikuti oleh seluruh peserta TM. Namun saat pelantikan anggota Wapalhi, para peserta diperbolehkan untuk meninggalkan lapangan upacara. Aku yang hanya berstatus peserta tak jelas -panita bukan, senior bukan, orang tua bukan, tapi tidak bayar- hanya duduk di puncak sebuah batu besar di sekitar lokasi upacara dan mengambil gambar saat upacara berlangsung.
Upacara selesai pada pukul 09:45, kami segera bersiap melakukan perjalanan kami menuruni gunung Merapi. Pada pukul 10:00 kami memulai perjalanan turun dari pasar bubrah, namun belum lama kami melangkahkan kaki, terdengar teriakan "Wapalhi...P3K!!!". Rupanya ada salah satu peserta yang terluka akibat dagunya terkena batu yang jatuh saat mendaki puncak Merapi. Sebenarnya ini bukanlah tanggung jawab panitia karena terjadi saat pendakian ke puncak -panitia sudah mengingatkan pendakian hanya sampai di Pasar Bubrah, selebihnya diluar tanggung jawab-, namun dengan jiwa besar, panitia tetap mengurus korban sebaik-baiknya dengan lapang dada.
Kami melanjutkan perjalanan kami kembali ke base camp. Kami tiba di base camp pukul 12:30 siang, kami segera menuju warung depan base camp untuk menikmati segelas es teh dan gorengan hangat di tengan panasnya terik mentari.
Setelah menikmati makan siang yang disediakan oleh panitia, Upacara penutupan TM dimulai pukul 15:00. Upacara berlangsung sangat meriah, karena ada pembagian doorprize bagi beberapa peserta TM. Saat upacara berakhir, ada sebuah pengumuman yang mengagetkan seluruh peserta TM, ternyata salah satu peserta individu -tidak atas nama organisasi- TM mencuri HP salah satu peserta lain, sungguh perbuatan yang sangat menodai kegiatan alam bebas. Beruntung panitia dapat menangani kasus tersebut dengan baik dan tidak dengan cara-cara yang bodoh.
Truk peserta di berangkatkan pada pukul 16:00, namun 1 truk terakhir -truk panitia- masih menunggu para panitia yang masih membereskan semua yang tersisa. Beberapa saat kemudian datang seorang senior yang baru saja sampai di base camp dan mengatakan bahwa masih ada 3 peserta yang berada di atas, dan salah satunya sudah tidak mampu berjalan. Spontan kami segera mempersiapkan penyelamatan kepada peserta tersebut. Setelah peralatan siap, kami -kurang lebih 10 orang- melakukan proses pencarian dan penyelamatan (SAR). Namun tak lama kami mendaki, peserta tersebut rupanya sudah mampu berjalan meskipun -sangat- pelan dan di tuntun. Lega rasanya seluruh anggota sudah turun dengan selamat.
Waktu menunjukkan pukul 19:00, truk terakhir yang sangat penuh -melebihi saat keberangkatan- mulai berjalan pelan, semua orang yang ada di dalam truk tersebut sudah sangat mengantuk. terlihat beberapa orang tidur sambil berdiri tidak peduli guncangan laju truk. Akhirnya kami sampai di posko Wapalhi pukul 22:00. Senang rasanya sudah sampai di posko dan bisa meluruskan kaki, namun sedih rasanya kembali berpisah dengan teman-temanku.
Teman, kita pasti akan kembali berpetualang bersama lagi