Sabtu, 04 April 09Ketika mentari menerobos jendela kamarku, aku terbangun dan bergegas mempersiapkan diri untuk petualangan baru dalam hidupku. Ya, caving dihari itu memang merupakan sebuah pengalaman baru dalam hidupku.
Seusai mandi pagi, kami (Aku dan Gombong) segera melakukan perjalanan menuju Purworejo pada pukul 08:30 WIB. Karena kami tidak mengetahui detail lokasi, kami sempat tersesat beberapa kali di perbukitan Purworejo, dan itu menghambat perjalanan kurang lebih 1 jam.
Setelah melewati berbagai rintangan yang ada, akhirnya kami tiba di base camp Mbah Cokro (kecamatan Kali Gesing) pada pukul 11:00. Rupanya teman-teman lain (dari WAPALHI Semarang) sudah menunggu disana. Huhh, rupanya kita terlambat.
Setelah menyantap makan siang bersama dan berramah tamah dengan mbah Cokro, tim kami (9 orang) mulai melakukan perjalanan pertama kita ke Goa Sepeti pada pukul 13:00. Goa Sepeti merupakan goa vertikal yang memiliki kedalaman 24 m dan hanya memiliki satu akses saja. Secara pengalaman, tim kami terdiri dari 3 orang expert, dan 6 orang pemula termasuk aku.
Kami tiba di mulut goa tepat pukul 13:00. Langsung saja aku melihat kedalam goa, dan ternyata goa Sepeti tidak terlihat cukup dalam. Akan tetapi saat sebuah batu dilemparkan kedalam goa, pantulan suara yang terdengar menunjukkan bahwa dasar yang terlihat bukanlah dasar yang sebenarnya.
Setelah mempersiapkan peralatan dan penentuan jalur selama 1 jam, satu per satu anggota tim kami mulai menuruni tali (biasa disebut rappeling). Tetapi aku yang benar-benar baru pertama kali memegang alat, meminta bantuan Gombong untuk menjelaskan cara kerjanya. Cukup dengan kursus 5 menit, akhirnya tiba giliranku untuk masuk kedalam goa. Tidak ada masalah dengan rappeling yang aku lakukan, semuanya berjalan mulus, bahkan perasaanku tidak terlalu takut, mungkin karena aku sangat menginginkan caving sejak lama.
Setelah tim terkumpul di dalam goa(kecuali yang bertugas diluar), kami menelusuri goa yang ternyata tidak begitu luas selama 15 menit, namun ada satu titik yang sangat menarik bagiku, yaitu kolam air dengan satu sisi dinding yang tegak berdiri gagah seolah menjaga kemurnian kolam tersebut. kolam tersebut berada ujung lorong yang hanya bisa dicapai oleh orang berbadan kurus (seperti aku) dengan posisi badan miring karena jalannya sangat sempit sekali. Sungguh sebuah kemegahan alam yang baru kali ini aku rasakan.
Tepat pukul 16:30, kami mulai menaiki tali (disebut dengan prusiking). Gombong mencoba menjadi orang pertama yang memanjat, tidak seperti yang aku bayangkan, ternyata Gombong memanjat sangat lama, padahal dia termasuk anggota yang berpengalaman. Aku mendapatkan kesempatan kedua, ternyata memang benar bahwa prusiking tidak semudah yang terlihat, semua tenaga terkuras habis, dan frustasi menyelimuti pikiran. perasaan yang ada hanya lelah, dan akhirnya aku sempat menyerah waktu hampir sampai di mulut goa karena prusik ku menyakngkut di kernmantel yang telah di balut dengan plester. Tapi akhirnya aku berhasil menaklukkannya karena dukungan Gombong dan Rahmat.
Masalah besar datang saat aku dan Gombong menunggu ditengah hujan lebat dan malam yang dingin tanpa cahaya dan atap. Rupanya satu-satunya perempuan dalam tim kami memulai prusiking, sekitar 2 jam dia tidak bisa bergerak keatas, mungkin karena tenaganya sudah sangat terkuras, dan akhirnya kami memutuskan untuk menariknya. 3 orang menarik, 1 orang mengendalikan tali. Dan yang lebih parah, saat si korban sampai di mulut goa, dia terlihat sangat shock, dan akibatnya hingga pagi hari dia tidak berbicara sepatah katapun. Karena adanya masalah tersebut akhirnya sisa anggota tim kami yang masih berada di bawah tidak lagi menggunakan prusik, tetapi menggunakan SRT (Single Rope Technique). Proses ini jauh lebih mudah dibanding dengan prusiking, menghemat waktu dan tenaga.
Akhirnya seluruh anggota tim berkumpul di sekitar mulut goa pada pukul 01:00 dini hari. Setelah alat kami kemasi kembali, akhirnya kami pulang ke base camp pada pukul 02:30 dan sampai di base camp pada pukul 03:00. Setelah membersihkan badan dan makan malam (lebih tepat disebut makan sahur), kami beristirahat pada pukul 04:30.
Pagi harinya aku dan Gombong tidak mengikuti caving kedua menuju goa Nguik (goa Horizontal) karena kami sangat lelah (hanya kami berdua yang prusiking). Sembari menunggu teman-teman caving, kami menyempatkan diri mengobrol dengan mbah Cokro yang ternyata juga seorang petualang. Dia adalah juru kunci goa-goa disekitar goa Seplawan yang merupakan goa utama di daerah tersebut
Setelah makan siang dan berkemas, kami berpamitan dengan mbah Cokro dan keluarga pada pukul 14:00. Pada saat itu pula aku dan Gombong berpamitan dengan tim kami karena kami harus berpisah arah. Tanpa disadari, ternyata kami masih harus melanjutkan perjalanan kembali ke Jogja. Dan akhirnya kami sampai di Jogja tepat pukul 18:00
bersambung...